Translate

Kamis, 31 Mei 2012

Industri rokok, dilemma kesehatan dan ekonomi bangsa

Hari ini dunia merayakan hari anti tembakau sedunia, hari dimana kampanye merokok dilakukan oleh instansi-instansi terkait terutama instansi kesehatan untuk menyadarkan kepada orang-orang yang suka merokok untuk menghentinkan kebiasaan mereka untuk merokok karena merokoko dinilai dapat merusak kesehatan. beberapa penyakit dari akibat merokok yang dapat merugikan kesehatan antara lain ialah:
1.  Kanker paru
Diketahui sekitar 90 persen kasus kanker paru diakibatkan oleh rokok. Hal ini karena asap rokok akan masuk secara inhalasi ke dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan merangsang sel di paru-paru menjadi tumbuh abnormal. Diperkirakan 1 dari 10 perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat kanker paru
2. Serangan jantung
Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon monoksida mengambil oksigen dalam darah lebih banyak yang membuat jantung memompa darah lebih banyak. Jika jantung bekerja terlalu keras ditambah tekanan darah tinggi, maka bisa menyebabkan serangan jantung.
3.Gangguan medis lainnya
Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan kesuburan, memperburuk asma dan radang saluran napas, berisiko lebih tinggi mengalami degenerasi makula (hilangnya penglihatan secara bertahap), katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda di gigi dam gusi, mengembangkan sariawan di usus serta merusak penampilan.

 
berbagai keburukan dari rokok ini ternyata tidak menghentikan akan kebiasan merokok orang indonesia. Jumlah perokok di Indonesia masuk dalam tiga besar di dunia setelah China dan India (WHO 2008). Sementara itu konsumen rokok di negeri kita berada di urutan setelah China, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang, di tahun 2007 (Kompas).
Selain itu apakah kamu tahu rokok tepatnya industri rokok merupaka salah satu industri yang berkembang pesat di indonesia dan ini berpengaruh positif terhadap perekonomian indonesia. Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri rokok. pada tahun 2011 penerimaan negara dari cukai rokok mencapi 77 triliun rupiah, salah satu penerimaan terbesar buat ekonomi. Selain itu ternyata pada tahun 2000 dan 2001 tiga perusahaan rokok yaitu; PT. Gudang Garam Tbk, PT. HM Sampoerna Tbk, dan PT Djarum masuk dalam jajaran 10 perusahaan terbaik yang diantrara 200 perusahaan terbaik di asia. selain itu industri rokok juga merupakan penyerap tenaga kerja terbesar dalam sektor industi manufaktur dengan daya serap tenaga kerja hingga 1000 orang.
Berbagai kelebihan yang ditunjukkan industri rokok tidak serta merta bisa menutupi efek buruk dari roko tersebut pemerintah harus lebih bijak dalam mengelolah industri ini karena pentingnya industri ini untuk ekonomi bangsa. kebijakan kesehatan juga harus lebih tegas seperti memperluas area melarang merokok. dan yang paling penting para perokok aktif hargailah orang - orang disekitarmu jangan sampai asap roko dari kamu bisa menjadi racun hidup buat mereka.
-Selamat hari anti tembakau sedunia-

Minggu, 27 Mei 2012

Indonesia 1 Zona Waktu, Menguntungkan kah?

Pada awal maret 2012 pemerintah yang diwakili oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), mengeluarkan wacana untuk penyatuan zona waktu ini dilakukan dengan alasan untuk percepatan pembangunan ekonomi dengan merata di seluruh indonesia. Di saat sekarang wacana ini bahkan sudah sering terdengar dari berbagai media, dan KP3EI mecanangkan bahwa kebijakan zona waktu ini akan mulai dilaksanakan akan 28 oktober tahun ini. tapi apakah ide penyatuan zona waktu ini pertama kali di indonesia? ternyata tidak.

Merujuk pada sejarah Indonesia pada masa kekuasaan hindia belanda pernah terbagi menjadi enam zona waktu tetapi kemudian berubah lagi ketika belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang. setelah kita merdeka kita (indonesia) kembali menjadi 6 zona waktu, namun pada tanggal 10 december 1947 (setelah irian barat dikuasai) maka soekarno presiden saat itu menetapka indonesia terbagi dengan tiga zona waktu, sama seperti saat ini.

Lalu mungkin beberapa dari kita bertanya kenapa indonesia begitu "nekat" untuk menyatukan zona waktunya? apakah ada negara sebelumnya yang menyatukan zona waktunya? ternyata tidak tercatat di asia sendiri sudah ada tiga negara yang menyatukan zona waktunya dan sekarang menjadi macan ekonomi asia negara itu ialah cina, india, dan singapura. cina merupakan pemain utama perdagangan di dunia saat ini denga pertumbuhan ekonomi yang mencapai dua digit, india menjadi salah satu negara dengan perkembangan teknologi terbaik di dunia, sedangkan singapura menjadi negara dengan iklim investasi terbaik di asia khususnya asia tenggara. melihat pencapaian positif negara-negara diatas maka indonesia kemudian terpincut untuk menyatukan zona waktunya.
   

manfaat dari penyatuan waktun ini sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan ekonomi saja, ada manfaat lain yang dapat diperoleh adapun manfaat dari penyatuan zona waktu ini ialah sebagai berikut: (sumber disini )

1) Menghilangkan kesenjangan aktivitas pada akhir jam kerja di antara zona tersebut, yang secara akumulatif berarti efesiensi jam kerja komunikasi dalam sehari. 

2)Tahun 2001 di Surabaya, PT. PLN (Persero) mulai mempresentasikan hasil kajiannya tentang korelasi antara aktivitas kehidupan masyarakat dan konsumsi energi listrik. Program efisiensi energi listrik untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak, menurut peneliti PLN, akan berdampak besar apabila WIB diubah mengikuti WITa (GMT +8).  Gambaran sederhananya sebagai berikut : Pemakaian energi listrik pada waktu beban puncak (18:00-21:00) akan berkurang jika pelanggan lebih cepat berhenti beraktivitas dan istirahat. Dengan mengubah WIB mengikuti WITa (19:00-22:00), rentang waktu beban puncak secara tak langsung berkurang karena masyarakat lebih cepat tidur. Beban penggunaan listrik di pagi hari (waktu baru 05:00-06:00) juga berkurang, karena pelanggan terbesar PLN dari golongan tarif R-1 ini lebih cepat bangun untuk beraktivitas di luar rumah. Studi tadi sejalan dengan Daylight Saving Time (DST) atau acuan waktu yang diterapkan di 95 negara empat musim. DST membuat “matahari tenggelam satu jam terlambat.” Dengan menggeser pengukur waktu mundur satu jam di musim panas, dapat dihemat konsumsi listrik yang cukup besar. Di California, AS, pengurangan konsumsi energi 1% setara 600 ribu barel minyak. Di Selandia Baru, bisa mencapai 3,5%.

3) Satu zona waktu mempercepat arus informasi dan waktu tanggap (response time) jika negara dalam keadaan bahaya. Disparitas informasi di bidang pertahanan dan keamanan dapat ditiadakan. 

4) Penyatuan waktu tersebut untuk meningkatkan produktivitas nasional yang semula hanya terdapat 190 juta penduduk dalam zona WIB, bisa menjadi 240 juta jika waktunya disamakan.

5) Prime time televisi yang selama ini mengacu WIB, 17:30-22:30, kelak tidak terlalu “menyengsarakan” pemirsa di WIT. Sebab, sinetron berbintang idaman dapat dinikmati sampai habis tanpa mengorbankan waktu tidur.

selain mempunyai kelebihan penyatuan zona waktu ini juga tidak lepas dari dampak negatif: 
1) Sejumlah ahli biologi AS mengingatkan, perubahan waktu akan mengganggu ritme normal jam tubuh manusia yang selama ini bergantung pada penunjuk waktu
2) Pola pikir manusia akan berubah dimana "Urusan dunia dianggap lebih penting daripada urusan akhirat". selain itu beberapa tokoh di indonesia masih sangsi terhadap penyatuan zona waktu ini karena waktu sosialisasi yang tergolong sedikit, infrastruktur yang masih kurang, dan yang paling terpenting ada kesiapan dari sumber daya manusia nya sendiri.

penyatuan zona waktu merupakan hal yang tidak dapat serta merta dilakukan kurangnya persiapan justru malah akan merugikan. apalagi jika kita lihat kesiapan sumber daya manusia kita, apakah etos kerja kita sudah siap untuk semua perubahan waktu itu? so, sekarang tergantung lagi ke kamu apakah penyatuan zona waktu menguntungkan atau tidak.

Jumat, 18 Mei 2012

Manusia bereaksi terhadap insentif

Dalam bukunya "Principles of Economics" N. Gregory Mankiw seorang profesor ilmu ekonomi dari Harvard University, menyebutkan ada sepuluh dari prinsip dasar ilmu ekonomi, beberapa diantaranya mungkin sudah sering kita dengar seperti Trade off, orang rasional, berpikir pada batas-batas, perdagangan menguntungkan semua pihak, dsb. Salah satu prinsip yang menarik saya bahas dan tulis di blog kali ini adalah masalah 'manusia bereaksi terhadap insentif.

Karena manusia mengambil keputusan dengan cara membandingkan keuntungan dan biaya, kebiasaan mereka berubah jika ada perubahan pada keuntungan atau biayanya, artinya kita tanggap terhadap insentif. insentif dalam bentuk ekonomi sudah sering kita alami di kehidupan sehari, seperti ketika harga apel naik, kita mungkin beralih ke jeruk yang cenderung harganya lebih murah.  Atau kita lebih nyaman menggunakan busway yang murah dan ber ac daripada metromini yang murah tetapi tidak berAC.


Diluar itu, menurut saya sejak kita masih di dalam rahim ibu kita masing-masing, ortu kita, telah bereaksi terhadap insentif, mengapa demikian tentunya sebagai orang tua yang baik, mereka ingin anak mereka nantinya sehat, karena jika sakit dan terjadi apa-apa (Naudzubillah min dzalik) tentunya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit lagi. Dari sinilah para ortu kita membandingkan (walaupun di alam bawah sadarnya) lebih baik menjaga anak yang akan lahir daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginka. Makanya ortu kita khususnya ibu makan makanan yang sehat, dan ayah mencari rezeki yang lebih banyak lagi untuk merawat bayinya nanti, sehingga dengan usaha-usaha itu, ortu mendapatkan "insentif" dari tuhan berupa bayi yang lucu seperti ini.

 
 ketika di umur 6- 10 tahun ketika ortu kita mulai mengajarkan beberapa hal seperti agama misalnya kitapun bereaksi terhadap insentif. Ketika saya kecil saya pernah dijanjikan akan mendapat hadiah dari ortu saya, jika saya dapat puasa penuh selama satu bulan, saya berhasil melakukannya dan saya mendapat "insentif" berupa hadiah yang dijanjikan ortu saya. (tapi kalo sekarang puasanya berharap dapat "insentif" dari tuhan) :). Banyak hal-hal sederhana yang menggambarkan masalah ini, seperti ojek payung ketika hujan (rela basah-basahan untuk dapat insentif), seseorang yang pedekate dengan wanita idaman,pasti mengeluarkan seluruh "insentif"-nya untuk mendapatkan "insentif" berupa cinta dan rasa sayang. :)

 

Di level yang agak berat pemerintah juga memberikan "insentif" pendidikan, kesehatan, dll untuk para rakyatnya. sepenggal pendapat diatas memberitahukan bagaiman manusia bereaksi terhadap insentif dari kegiatan sehari-hari mereka, kalaupun tidak mengharapkan balasan "insentif" dari manusia, manusia berharap mendapatkan "insentif" dari dia (allah) seperti ketika kita membayar zakat,menyantuni anak yatim, insentifnya tidak selalu dari manusia kan? :) tapi pada intinya manusia berekasi terhadap insentif.