Dalam bukunya "Principles of Economics" N. Gregory Mankiw seorang profesor ilmu ekonomi dari Harvard University, menyebutkan ada sepuluh dari prinsip dasar ilmu ekonomi, beberapa diantaranya mungkin sudah sering kita dengar seperti Trade off, orang rasional, berpikir pada batas-batas, perdagangan menguntungkan semua pihak, dsb. Salah satu prinsip yang menarik saya bahas dan tulis di blog kali ini adalah masalah 'manusia bereaksi terhadap insentif.
Karena manusia mengambil keputusan dengan cara membandingkan keuntungan dan biaya, kebiasaan mereka berubah jika ada perubahan pada keuntungan atau biayanya, artinya kita tanggap terhadap insentif. insentif dalam bentuk ekonomi sudah sering kita alami di kehidupan sehari, seperti ketika harga apel naik, kita mungkin beralih ke jeruk yang cenderung harganya lebih murah. Atau kita lebih nyaman menggunakan busway yang murah dan ber ac daripada metromini yang murah tetapi tidak berAC.
Diluar itu, menurut saya sejak kita masih di dalam rahim ibu kita masing-masing, ortu kita, telah bereaksi terhadap insentif, mengapa demikian tentunya sebagai orang tua yang baik, mereka ingin anak mereka nantinya sehat, karena jika sakit dan terjadi apa-apa (Naudzubillah min dzalik) tentunya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit lagi. Dari sinilah para ortu kita membandingkan (walaupun di alam bawah sadarnya) lebih baik menjaga anak yang akan lahir daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginka. Makanya ortu kita khususnya ibu makan makanan yang sehat, dan ayah mencari rezeki yang lebih banyak lagi untuk merawat bayinya nanti, sehingga dengan usaha-usaha itu, ortu mendapatkan "insentif" dari tuhan berupa bayi yang lucu seperti ini.
ketika di umur 6- 10 tahun ketika ortu kita mulai mengajarkan beberapa hal seperti agama misalnya kitapun bereaksi terhadap insentif. Ketika saya kecil saya pernah dijanjikan akan mendapat hadiah dari ortu saya, jika saya dapat puasa penuh selama satu bulan, saya berhasil melakukannya dan saya mendapat "insentif" berupa hadiah yang dijanjikan ortu saya. (tapi kalo sekarang puasanya berharap dapat "insentif" dari tuhan) :). Banyak hal-hal sederhana yang menggambarkan masalah ini, seperti ojek payung ketika hujan (rela basah-basahan untuk dapat insentif), seseorang yang pedekate dengan wanita idaman,pasti mengeluarkan seluruh "insentif"-nya untuk mendapatkan "insentif" berupa cinta dan rasa sayang. :)
Di level yang agak berat pemerintah juga memberikan "insentif" pendidikan, kesehatan, dll untuk para rakyatnya. sepenggal pendapat diatas memberitahukan bagaiman manusia bereaksi terhadap insentif dari kegiatan sehari-hari mereka, kalaupun tidak mengharapkan balasan "insentif" dari manusia, manusia berharap mendapatkan "insentif" dari dia (allah) seperti ketika kita membayar zakat,menyantuni anak yatim, insentifnya tidak selalu dari manusia kan? :) tapi pada intinya manusia berekasi terhadap insentif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar