Pemerintah lewat
kementerian keuangan akhirnya menetapkan target pajak dalam Anggaran Pemerintah
Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 1.360 Triliun rupiah target yang lebih
tinggi 22% dari realisasi penerimaan tahun lalu. Sebelumnya sempat diberitakan
bahwa otoritas fiskal akan mengubah target pajak menjadi lebih realistis pada
tahun ini mengingat Shortfall tahun
lalu melompat menjadi sekitar Rp 230 triliun.
Shortfall pajak memang kerap menjadi
masalah dalam pengelolaan kebijakan fiskal di Indonesia. Akibatnya selama
sepuluh tahun terakhir APBN selalu mengalami defisit yang lebih besar karena
pajak tidak mampu membiayai belanja pemerintah. Jika pada tahun 2005 defisit anggaran
mencapai Rp 14,4 triliun, tahun ini diperkirakan melonjak menjadi Rp 273
triliun.
Permasalahan shortfall pajak bukannya tanpa solusi
penyelesaian, berbagai usaha dilakukan Direktorat Jendral Pajak (DJP) dalam
menggenjot penerimaan perpajakan khususnya beberapa tahun terakhir mulai dari upaya
ekstensifikas, intensifikasi ditambah dengan melakukan perbaikan dalam hal
regulasi, administrasi serta akuntabilitas.
Selain itu
pemerintah juga melaksanakan program sensus pajak nasional untuk menjaring
wajib pajak potensial yang belum tersentuh selama ini. Dari sensus tersebut
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2013 tentang
pajak UMKM yang sebelumnya tidak ada. Selain sektor UMKM, sektor yang tengah
dibidik pemerintah sebagai objek pajak potensial, yaitu bisnis online atau e-commerce.
Belakangan ini
perkembangan e-commerce di Indonesia menyita
perhatian. Dimulai dengan bermunculannya situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter
yang kemudian disusul bisnis e-commerce
yang mengubah wajah bisnis konvensional seperti Go-Jek, Traveloka, ataupun
Bukalapakcom. Berkembangnya e-commerce
tidak terlepas dari beberapa faktor
pendukung seperti peningkatan pengguna internet khususnya penduduk usia muda,
peningkatan pembeli digital online, serta market
size Indonesia yang memang besar.
Diprediksi
potensi perdagangan elektronik di Indonesia dapat mencapai nilai USD 25-30
miliar. Angka ini bisa saja lebih besar mengingat e-commerce merupakan salah satu sektor yang investasinya dibuka 100
persen untuk asing pada paket kebijakan sepuluh yang dirilis pemerintah
beberapa waktu lalu.
Potensi dan tren
positif yang ditunjukkan bisnis e-commerce
di Indonesia tidak serta-merta memuluskan rencana pemerintah untuk menerapkan
pajak baru di industri ini. Banyak dari kalangan pengusaha bisnis online sontak
berkeberatan ketika wacana penerapan pajak baru e-commerce disampaikan oleh
pemerintah. Saat ini pengenaan pajak e-commerce
masih mengacu ke surat edaran direktur jendral pajak nomor SE-62/PJ/2013.
Dalam surat
edaran ini, transaksi e-commerce
dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu; online marketplace, online retail, classified ads, dan daily deals. Dalam
keempat model transaksi e-commerce
ini, ada pembayaran imbalan atau penghasilan karena jual-beli barang/atau jasa
yang merupakan objek pajak Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang akan dikenakan pajak menurut aturan perpajakan yang berlaku.
Meskipun demikian,
kajian DJP menunjukkan transaksi e-commerce
tidak sesederhana pada empat model yang disebutkan diatas. Proses transaksi e-commerce seringkali terjadi dalam waktu
yang singkat, sehingga sulit untuk melacak siapa saja pelaku transaksinya.
Selain itu bentuk barang atau jasa yang
diperdagangkan kebanyakan berformat digital (nonfisik) seperti software, video,
musik, e-magazine, sehingga cukup menyulitkan dalam penentuan obyek pajak dan
mekanisme pemungutannya. Belum lagi kesulitan penerapan pajak e-commerce yang transaksinya kerap kali
lintas negara. Seperti yang kita ketahui banyak perusahaan e-commerce yang menjalankan bisnis secara online di suatu negara
secara fisik tidak berada di negara tersebut.
Rumitnya
permasalahan penerapan pajak pada transaksi e-commerce
sebenarnya bisa saja disiasati dengan membentuk unit khusus seperti yang
dilakukan negara Jepang. Otoritas pajak Jepang membentuk unit khusus bernama Professional Team for e-Commerce Taxation
(PROTECT). Unit ini bertugas melakukan pemeriksaan dan pengumpulan data dari
segala transaksi yang berhubungan dengan transaksi e-commerce, hingga melakukan pelatihan terkait e-commerce (Buyung Muniriyanto, 2015).
Namun yang perlu
menjadi catatan pembentukan unit PROTECT didukung oleh perundang-undangan yang memungkinkan
petugas pajak mengumpulkan data-data dari pihak ketiga seperti lembaga keuangan
untuk dianalisa. Hal ini yang kemudian menjadi tantangan di Indonesia apabila
ingin membentuk unit khusus seperti di Jepang.
Saat ini
keterbukaan data khususnya data perbankan masih mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia nomor 2/19/PBI 2000 tentang kerahasiaan data perbankan. Sebenarnya
Indonesia telah ikut pada aksi Base
Erosion Profit Shifting (BEPS), aksi yang mendorong keterbukan data pajak
melalui mekanisme pertukaran data pajak (Automatif
of exchange information) dan juga pencegahan penyimpangan pajak, namun program
ini baru akan berlaku efektif pada tahun 2018.
Oleh karena itu
langkah yang perlu dilakukan DJP saat ini adalah meningkatkan kerjasama dan
komunikasi antara pihak terkait seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), serta Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keungan (PPATK) khususnya
kerjasama terkait keterbukaan data untuk perpajakan mengingat isu keterbukaan
data bukanlah isu baru dan sudah pernah disinggung oleh DJP sebelumnya. Selain
itu DJP juga perlu terus mengidentifikasi objek pajak potensial dari transaksi e-commerce dan juga berkomunikasi dengan
pelaku bisnis online di tanah air.
Ke depan, penentuan
pajak baru e-commerce akan banyak
dipengaruhi oleh sejauh mana keberhasilan implementasi aksi BEPS di dunia dan perkembangan
industri e-commerce itu sendiri. Jika
melihat perkembangan teknologi digital saat ini industri e-commerce masih akan terus melanjutkan tren positifnya setidaknya
dalam beberapa tahun kedepan, hal ini tentu akan berdampak pada potensi
penerimaan perpajakan yang lebih besar dari industri ini.
*Artikel ini pernah dimuat di harian Bisnis Indonesia Kamis 17 Maret 2015