Translate

Minggu, 27 Mei 2012

Indonesia 1 Zona Waktu, Menguntungkan kah?

Pada awal maret 2012 pemerintah yang diwakili oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), mengeluarkan wacana untuk penyatuan zona waktu ini dilakukan dengan alasan untuk percepatan pembangunan ekonomi dengan merata di seluruh indonesia. Di saat sekarang wacana ini bahkan sudah sering terdengar dari berbagai media, dan KP3EI mecanangkan bahwa kebijakan zona waktu ini akan mulai dilaksanakan akan 28 oktober tahun ini. tapi apakah ide penyatuan zona waktu ini pertama kali di indonesia? ternyata tidak.

Merujuk pada sejarah Indonesia pada masa kekuasaan hindia belanda pernah terbagi menjadi enam zona waktu tetapi kemudian berubah lagi ketika belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang. setelah kita merdeka kita (indonesia) kembali menjadi 6 zona waktu, namun pada tanggal 10 december 1947 (setelah irian barat dikuasai) maka soekarno presiden saat itu menetapka indonesia terbagi dengan tiga zona waktu, sama seperti saat ini.

Lalu mungkin beberapa dari kita bertanya kenapa indonesia begitu "nekat" untuk menyatukan zona waktunya? apakah ada negara sebelumnya yang menyatukan zona waktunya? ternyata tidak tercatat di asia sendiri sudah ada tiga negara yang menyatukan zona waktunya dan sekarang menjadi macan ekonomi asia negara itu ialah cina, india, dan singapura. cina merupakan pemain utama perdagangan di dunia saat ini denga pertumbuhan ekonomi yang mencapai dua digit, india menjadi salah satu negara dengan perkembangan teknologi terbaik di dunia, sedangkan singapura menjadi negara dengan iklim investasi terbaik di asia khususnya asia tenggara. melihat pencapaian positif negara-negara diatas maka indonesia kemudian terpincut untuk menyatukan zona waktunya.
   

manfaat dari penyatuan waktun ini sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan ekonomi saja, ada manfaat lain yang dapat diperoleh adapun manfaat dari penyatuan zona waktu ini ialah sebagai berikut: (sumber disini )

1) Menghilangkan kesenjangan aktivitas pada akhir jam kerja di antara zona tersebut, yang secara akumulatif berarti efesiensi jam kerja komunikasi dalam sehari. 

2)Tahun 2001 di Surabaya, PT. PLN (Persero) mulai mempresentasikan hasil kajiannya tentang korelasi antara aktivitas kehidupan masyarakat dan konsumsi energi listrik. Program efisiensi energi listrik untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak, menurut peneliti PLN, akan berdampak besar apabila WIB diubah mengikuti WITa (GMT +8).  Gambaran sederhananya sebagai berikut : Pemakaian energi listrik pada waktu beban puncak (18:00-21:00) akan berkurang jika pelanggan lebih cepat berhenti beraktivitas dan istirahat. Dengan mengubah WIB mengikuti WITa (19:00-22:00), rentang waktu beban puncak secara tak langsung berkurang karena masyarakat lebih cepat tidur. Beban penggunaan listrik di pagi hari (waktu baru 05:00-06:00) juga berkurang, karena pelanggan terbesar PLN dari golongan tarif R-1 ini lebih cepat bangun untuk beraktivitas di luar rumah. Studi tadi sejalan dengan Daylight Saving Time (DST) atau acuan waktu yang diterapkan di 95 negara empat musim. DST membuat “matahari tenggelam satu jam terlambat.” Dengan menggeser pengukur waktu mundur satu jam di musim panas, dapat dihemat konsumsi listrik yang cukup besar. Di California, AS, pengurangan konsumsi energi 1% setara 600 ribu barel minyak. Di Selandia Baru, bisa mencapai 3,5%.

3) Satu zona waktu mempercepat arus informasi dan waktu tanggap (response time) jika negara dalam keadaan bahaya. Disparitas informasi di bidang pertahanan dan keamanan dapat ditiadakan. 

4) Penyatuan waktu tersebut untuk meningkatkan produktivitas nasional yang semula hanya terdapat 190 juta penduduk dalam zona WIB, bisa menjadi 240 juta jika waktunya disamakan.

5) Prime time televisi yang selama ini mengacu WIB, 17:30-22:30, kelak tidak terlalu “menyengsarakan” pemirsa di WIT. Sebab, sinetron berbintang idaman dapat dinikmati sampai habis tanpa mengorbankan waktu tidur.

selain mempunyai kelebihan penyatuan zona waktu ini juga tidak lepas dari dampak negatif: 
1) Sejumlah ahli biologi AS mengingatkan, perubahan waktu akan mengganggu ritme normal jam tubuh manusia yang selama ini bergantung pada penunjuk waktu
2) Pola pikir manusia akan berubah dimana "Urusan dunia dianggap lebih penting daripada urusan akhirat". selain itu beberapa tokoh di indonesia masih sangsi terhadap penyatuan zona waktu ini karena waktu sosialisasi yang tergolong sedikit, infrastruktur yang masih kurang, dan yang paling terpenting ada kesiapan dari sumber daya manusia nya sendiri.

penyatuan zona waktu merupakan hal yang tidak dapat serta merta dilakukan kurangnya persiapan justru malah akan merugikan. apalagi jika kita lihat kesiapan sumber daya manusia kita, apakah etos kerja kita sudah siap untuk semua perubahan waktu itu? so, sekarang tergantung lagi ke kamu apakah penyatuan zona waktu menguntungkan atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar