Sejak
mulai diperkenalkan John Howkins pada tahun 1997 dalam bukunya “The Creative Economy :How People Make Money
from”, industri kreatif atau biasa dikenal dengan ekonomi kreatif telah menjadi
alternatif baru bagi upaya menggerakkan perekonomian suatu negara. Ekonomi kreatif
sendiri menurut Departement of Culture,
Media and Sport Inggris didefinisikan
sebagai kegiatan industri yang berasal dari kreatifitas, keterampilan, bakat individu
atau kelompok dalam menciptakan ide atau barang baru untuk penciptaan potensi pendapatan
dan penciptaan lapangan kerja melalui generasi dan eksploitasi kekayaan
intelektual.
Ekonomi
kreatif saat ini telah mencakup berbagai bidang seperti periklanan,arsitektur,seni
pasar antik, seni desain produk, film, video fotografi, kerajinan, perangkat lunak,
game computer, penerbitan elektronik, music pertunjukkan seni visual, penerbitan,
acara televisi radio. Publikasi yang dikeluarkan oleh United Nation Conference and Trade (UNCTAD) pada Mei 2013
menunjukkan bahwa ekonomi kreatif telah menjadi alat yang lebih kuat untuk pembangunan.
Hal ini berdasarkan fakta ekonomi kreatif berfokus pada budaya, kreatifitas manusia,
dan teknologi yang bersifat terus berkembang dan bukan pada sumber daya alam
yang sifatnya terbatas. Perdagangan dunia barang dan jasa kreatif mencapai rekor
pada tahun 2011 yang mencapai angka perdagangan hingga US$ 624 miliar. Tingkat
pertumbuhan tahunan rata-rata sektor ini selama periode 2002-2011 sebesar 8,8 persen,
ekspor barang kreatif bahkan lebih kuat di negara-negara berkembang dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 12,1 persen pada periode yang sama.
Di
Indonesia, gema ekonomi kreatif sendiri baru terdengar pada awal masa pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dimana kala itu Presiden SBY melalui Instruksi
Presiden mencanangkan tahun 2009 sebagai tahun Indonesia kreatif, hal itu disusul
dengan dibuatnya cetak biru rencana pengembangan ekonomi kreatif nasional 2025.
Dalam
buku rancangan cetak biru ekonomi kreatif
yang dibuat pada tahun 2009, sebenarnya pemerintah telah mengamanatkan dibentuknya
badan ekonomi kreatif tetapi selama masa pemerintahan SBY hal ini tidak pernah terwujud.
Alih-alih dibentuknya badan khusus ekonomi kreatif, Sektor ekonomi kreatif malah
sempat singgah di dua kementerian yaitu kementerian perdagangan dan pariwisata.
Pada
pengumuman kabinet kerja Jokowi-JK di istana negara oktober lalu, kementerian pariwisata
tidak lagi menaungi ekonomi kreatif.
Pemerintah baru mengklaim akan membentuk badan tersendiri untuk mengelolah
ekonomi kreatif, pemerintah Jokowi-JK merancang akan membentuk Badan Ekonomi Kreatif.
Adanya
rancangan pembentukan badan ekonomi kreatif oleh pemerintahan bisa dikatakan terlambat
dan kurang konsisten jika dibandingkan apa yang telah dilakukan oleh negara tetangga
kita seperti Thailand ataupun Singapura. Di Thailand ekonomi kreatif di
kordinasikan oleh Thailand Creative and
Design Centre (TCDC), badan ini dibentuk di tahun 2004 oleh perdana menteri
saat itu Thaksin Sinawatra. Sementara di Singapura perkembangan ekonomi kreatif
berada dibawah naungan Ministry of
Information, Communication and the arts (MICA) sejak tahun 2002. Kedua badan
di atas berkordinasi antar departemen pemerintah untuk kepentingan memajukan ekonomi
kreatif.
Meskipun
terlambat rancangan pembentukan badan ekonomi kreatif harus segera direalisasikan
karena perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia sedang berada dalam momentum
yang sangat bagus. Mengapa dikatakan demikian, nilai tambah ekonomi kreatif meningkat
cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada tahun 2010 nilai tambah ekonomi
kreatif berada di angka 472 triliun rupiah namun pada tahun 2013 angka ini meningkat
36 % sampai dengan 641 triliun rupiah. Tingkat partisipasi tenaga kerja industri
ini terhadap keseluruhan ketenaga kerjaan nasional juga meningkat setiap tahunnya
rata-rata tingkat partisipasi sebesar 10,65 %. Dari sisi ekspor juga terjadi peningkatan
signifikan, dari 96 juta rupiah pada tahun 2010 menjadi 118 juta rupiah pada
2013, atau meningkat 22% Belum lagi dengan
jumlah perusahaan ekonomi kreatif yang juga tumbuh setiap tahunnya. Jika di
2010 ada lima juta dua ratus jumlah perusahaan, pada tahun 2013 jumlahnya naik menjadi
lima juta empat ratus jumlah perusahaan.
Tantangan
Menjaga Momentum
Jika
telah dibentuk, badan ekonomi kreatif mempunyai tantangan untuk tetap menjaga
momentum ekonomi kreatif yang sedang berada dalam trend yang baik. Beberapa tantangan
yang harus dihadapi badan ekonomi kreatif dalam menjalankan cetak biru ekonomi
kreatif antara lain; satu, Peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM) kreatif
yang berkualitas secara berkesinambungan dan tersebar di wilayah nusantara.
Dua, peningkatan daya tarik ekonomi kreatif, agar menjadii tempat yang menarik untuk
berkarir dan berinvestasi. Tiga, pembentukan basis-basis teknologi pendukung ekonomi
kreatif. Empat, penciptaan masyarakat kreatif yang saling menghargai dan saling
bertukar pengetahuan demi kuatnya industri kreatif nasional. Lima, penciptaan skema
dan lembaga pembiayaan yang mendukung tumbuh kembangnya ekonomi kreatif di
Indonesia. Enam, Berkordinasi dengan lembaga pemerintah lainnya agar peraturan atau
kebijakan yang dibuat tidak tumpang tindih dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Tujuh, menyiapkan para pelaku ekonomi kreatif dalam menyongsong era masyarakat ekonomi
ASEAN 2015.
Indonesia adalah negara
besar yang dianugerahi beragam budaya yang tersebar diseluruh Indonesia.
Ditambah lagi dengan meningkatnya kelas menengah masyarakat sebanyak 144 juta
orang, menjadikan indonesia pasar yang besar dan potensial untuk pengembangan ekonomi
kreatif. Bukan hanya sebagai pemain dalam negeri saja, indikator nilai ekspor
yang terus meningkat menunjukkan barang hasil industri ekonomi kreatif kita juga
bisa diterima masyarakat dunia. Adanya momentum baik yang ditunjukkan sektor ekonomi
kreatif harus tetap di jaga oleh pemerintah dengan sesegera mungkin membentuk badan
ekonomi kreatif serta menujukkan komitmen yang kuat terhadap perkembangan ekonomi
kreatif di Indonesia. Karena di masa depan bukan tidak mungkin sektor ekonomi kreatif
dapat menjadi solusi untuk menumbuhkan ekonomi, mengurangi defisit perdagangan dan
juga mengurangi angka pengangguran Indonesia*Artikel ini pernah dimuat di harian Kontan 1 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar