Perkembangan teknologi dan
informasi saat ini hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Sektor
bisnis merupakan salah satu sektor yang banyak mengalami transformasi dari kemajuan
teknologi dan informasi, khususnya internet. Revolusi digital dalam bisnis
kemudian memunculkan e-commerce, mekanisme
bisnis secara elektronik yang memfokuskan pada transaksi bisnis dengan
menggunakan internet sebagai media pertukaran barang ataupun jasa.
Tidak ada yang meragukan bahwa e-commerce
merupakan salah satu industri yang perkembangannya sangat cepat. Laporan World Trade Organization (WTO) bertajuk e-commerce In Developing Countries menunjukkan pesatnya perkembangan e-commerce. Dua puluh lima tahun lalu,
hanya kurang dari tiga juta penduduk dunia yang menggunakan internet, sementara
aplikasi e-commerce belum ditemukan
saat itu. Tidak sampai satu dekade kemudian, pengguna internet telah mencapai
300 juta orang, dan sekitar satu dari empat orang telah melakukan pembelian online
dari situs perdagangan elektronik.
Indonesia pun tidak lepas dari
pesatnya perkembangan e-commerce. Jika
ditelusuri ke belakang, keberadaan e-commerce di negeri ini bermula pada tahun
1996 melalui situs sanur.com yang merupakan toko buku online pertama di
Indonesia, yang kemudian disusul dengan situs astaga.com, mandirionline.com,
satunet.com dan beberapa situs lainnya. Sayangnya, krisis moneter pada tahun
1998 kemudian meredam perkembangan bisnis e-commerce
di Indonesia.
Belakangan ini perkembangan e-commerce di Indonesia kembali menyita
perhatian. Dimulai dengan bermunculannya situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter yang kemudian dimanfaatkan oleh penggunanya untuk melakukan
transaksi jual beli online. Sebagai contoh, mamahamil.com yang sejak 2009
menawarkan perlengkapan untuk ibu hamil melalui facebook, berhasil mendapatkan
klien yang cukup besar. Setelah itu, muncul kaskus, situs komunitas online
terbesar di Indonesia yang juga menawarkan jasa jual beli online.
Berkembangnya e-commerce dalam beberapa tahun terakhir
tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung seperti peningkatan pengguna
internet, khususnya penduduk usia muda, peningkatan pembeli digital online, serta
market size Indonesia yang memang besar.
Diprediksi potensi perdagangan elektronik di Indonesia dapat mencapai nilai USD
25-30 miliar.
Perdagangan elektronik di
Indonesia yang menunjukkan tren peningkatan bukannya tanpa kendala. Beberapa
kendala yang menghambat perkembangannya antara lain ketimpangan akses internet di
Pulau Jawa dan di luar Jawa, infrastruktur jaringan internet yang masih belum
memadai, masih rendahnya pengunaan internet
banking, dan juga faktor keamanan transaksi online. Belum selesai penyelesaian kendala e-commerce di dalam negeri, industri ini juga masih akan dihadapkan
pada era persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dengan mulai berlakunya MEA, industri
e-commerce tentu mempunyai tantangan
dan juga peluang tersendiri. Salah satu tantangan untuk industri e-commerce adalah
pajak e-commerce. Beberapa waktu lalu,
muncul wacana untuk menerapkan pajak tambahan untuk e-commerce. Sontak wacana ini banyak ditentang oleh para pebisnis e-commerce. Beberapa di antaranya bahkan
mengancam akan memindahkan usahanya ke Singapura.
Menurut kami penerapan pajak e-commerce perlu dilakukan secara
bertahap dan tidak terburu-buru, apalagi jika dilihat banyak dari usaha e-commerce di Indonesia saat ini merupakan
usaha yang baru dirintis (start—up) dan
berada dalam fase pengembangan. Saat
ini pengenaan pajak e-commerce masih
mengacu ke surat edaran direktur jendral pajak nomor SE-62/PJ/2013. Namun
kedepannya objek pajak untuk industri e-commerce
berpotensi untuk bertambah mengingat kompleksitas transaksi bisnis e-commerce. Maka dari itu, penerapan pajak
e-commerce perlu terus
dikomunikasikan dengan pelaku industri ini agar nantinya pajak yang dikenakan tidak
menjadi hambatan industri e-commerce Indonesia
untuk bersaing dengan negara ASEAN lainnya.
Tantangan kedua adalah belum
adanya roadmap pengembangan e-commerce
di Indonesia. Wacana roadmap e-commerce
sudah ramai dibicarakan namun penyusunannya belum juga rampung sampai dengan saat
ini. Padahal jika berbicara persaingan antar sesama negara ASEAN, Singapura sudah
menyusun master plan e-commerce sejak
1998. Master plan ini muncul dari visi Singapura dalam membangun teknologi dan
informasi pada tahun 1980.
Sebelum master plan e-commerce, perkembangan
informasi teknologi (IT) di Singapura telah melalui beberapa fase pengembangan IT
mulai dari penggunaan di pemerintahan, masyarakat secara keseluruhan, hingga
fase yang menjadikan Singapura sebagai salah satu negara IT hub di Asia. Artinya perkembangan e-commerce di Singapura sudah ditopang oleh perkembangan teknologi
dan informasi yang begitu mapan. Roadmap
pengembangan e-commerce diharapkan tidak
hanya mengatur investasi di Industri ini, ataupun keamanan transaksi jual beli
online, namun juga dapat mendorong perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia.
Selain tantangan, MEA juga dapat
dimanfaatkan untuk mendorong investasi pembangunan
jaringan. Dalam buku Membidik Peluang Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang diluncurkan oleh CORE Indonesia, dijelaskan bahwa selama
ini para pemain over the top (OTT)
atau penyedia layanan online seperti mesin pencari, instant messenger, serta jejaring sosial mengeruk keuntungan lewat
internet tanpa menanamkan investasi untuk membangun jaringan di Indonesia.
Padahal investasi jaringan secara tidak langsung akan mendorong industri e-commerce menjadi lebih maju. Pesatnya
perkembangan e-commerce di Indonesia
dan adanya liberalisasi ASEAN seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan
posisi tawar Indonesia untuk melakukan mediasi sharing profit dengan praktisi OTT, seperti Google, Facebook,path,
dll.
Berlakunya MEA membawa konsekuensi
pada bebasnya lalu lintas perdagangan barang, jasa, tenaga kerja serta
investasi. Hal ini di satu sisi berpotensi membanjirnya produk e-commerce dari negara tetangga ke pasar
Indonesia, namun di sisi lain juga dapat mendorong bisnis e-commerce tanah air merambah negara ASEAN lainnya. Oleh karenanya,
diperlukan kerjasama yang matang dari para pemangku kepentingan agar tantangan e-commerce tidak menjadi penghalang industri
ini bersaing di pentas Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Artikel ini pernah dimuat di harian KONTAN Senin 15 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar