Translate

Jumat, 06 Mei 2016

Menjaga Asa Pertumbuhan*



Bulan April kemarin Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah World Economic Forum, sebuah konferensi ekonomi yang mempunyai nilai prestis tinggi di mata dunia. Sebelumnya pada Februari 2015, Pwc (PriceWaterHouseCoopers) dalam laporan bertajuk The World in 2050: Will the shift in global economic power continue? menempatkan Indonesia sebagai tiga besar ekonomi dunia pada tahun 2050 dengan PDB Purchasing Power Parity mencapai 12 ribu triliun US$. Laporan ini menambah deretan pandangan optimis dari lembaga internasional terkait masa depan perekonomian Indonesia.
Namun bertolak belakang dengan pesan optimis dari Pwc, perekonomian nasional di kuartal pertama 2015 masih terus dibayangi oleh tren ekonomi yang melambat sejak 2011. Dalam laporan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 mencapai 4,71%, turun 0,18% dari pertumbuhan ekonomi triwulan I-2014. Kontraksi pertumbuhan negatif ekonomi pada triwulan 1-2015 dipicu oleh menurunnya kinerja lapangan usaha yang memiliki kontribusi besar pada perekonomian seperti pertambangan, konstruksi, dan industri pengolahan.
Berbicara tentang industri pengolahan, industri ini belum mampu bangkit ke level pertumbuhan terbaiknya. Sebelum krisis menghantam Indonesia pertumbuhan industri pengolahan masih mampu menyentuh angka 10% pada tahun 1992 bahkan mencapai 12% pada tahun 1990. Namun setelah krisis industri pengolahan hanya mampu tumbuh rata-rata di kisaran angka 5% pada periode 2000-2014 .
Hal ini menjadi permasalahan tersendiri mengingat industri pengolahan merupakan salah satu industri yang  mampu menyerap banyak tenaga kerja. Sampai dengan akhir 2014 tercatat 24 juta orang atau 21% dari total tenaga kerja bekerja di sektor ini. Menurut studi dari Bank dunia Industri ini juga merupakan primadona bagi para lulusan sekolah menengah karena menawarkan tingkat upah riil tertinggi dibandingkan dengan sektor lain.
Industri pengolahan merupakan mesin pertumbuhan yang efektif bagi perekonomian karena ukuran industri yang lebih besar dan keterkaitanya di hampir semua sektor perekonomian. Itulah kenapa Pemerintah perlu serius membenahi industri pengolahan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Masalah industri ini tidak hanya terbatas pada rendahnya pertumbuhan, tetapi juga permasalahan seperti kebijakan pengupahan yang, rendahnya produktivitas tenaga kerja, hingga kurangnya dukungan pemerintah terhadap industri ini khususnya dalam hal investasi untuk penelitian dan teknologi.
Salah satu upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong tumbuhnya industri ini dengan memberikan insentif fiskal berupa tax allowance (keringanan dan pengurangan pajak) bagi para investor. Namun instrumen ini tidak akan cukup efektif dalam menarik investor jika masalah klasik seperti proses perizinan investasi yang rumit, ketersediaan bahan baku, biaya logistik yang mahal, hingga belum stabilnya pasokan sumber daya seperti listrik dan energi gas,  tidak dibenahi oleh pemerintah.


Menjaga asa pertumbuhan
Target pertumbuhan ekonomi tahun ini telah dipatok 5,7%. Jika pemerintah tidak mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi di triwulan I-2015, maka target pertumbuhan ekonomi akhir tahun akan sulit terealisasi. Selain membenahi sektor industri pengolahan, ada beberapa langkah lain yang harus dilakukan pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi ke depan.
Pertama; mempercepat pembangunan infrastruktur yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kita ketahui infrastruktur memainkan peran yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pada triwulan pertama kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang mendapatkan mandat untuk merealisasikan proyek infrastruktur nasional belum dapat melaksanakan tugasnya secara optimal karena terhambat aturan perubahan nomenklatur pada kementerian tersebut. Tentunya isu ini harus segera diselesaikan bersamaan dengan isu lain yang dapat mengambat pembangunan infrastruktur seperti pembebasan lahan yang memakan waktu lama dan biaya yang besar hingga skema pembiayaan. Selain itu Proporsi belanja modal pada anggaran belanja daerah juga perlu diperbesar. Indikator keuangan daerah pada April 2015 menunjukkan rata-rata proporsi belanja modal daerah hanya mencapai 24% terhadap belanja secara keseluruhan sisanya berkutat pada belanja rutin seperti belanja pegawai. Padahal belanja modal dapat digunakan untuk membangun infrastruktur untuk mendukung roda perekonomian daerah yang pada akhirnya berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Kedua; mengantisipasi inflasi. Salah satu sumber penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga dengan proporsi 56% dari PDB Indonesia. Pada triwulan I-2015 konsumsi dapat tumbuh sebesar 5,01%. Meskipun demikian inflasi yang terjadi dua kali pada triwulan I-2015 (Maret dan April 2015) perlu menjadi peringatan untuk pemerintah karena inflasi seringkali menjadi menurunnya daya beli masyarakat dan berakibat pada penurunan konsumsi secara keseluruhan. Untuk mengantisipasi inflasi pemerintah perlu melakukan berbagai cara mulai dari pengawasan pasokan pangan, operasi pasar, sampai subsidi tarif angkutan. 

Ketiga, mengisentifkan diversifikasi negara tujuan dan produk ekspor. Indonesia saat ini turut merasakan perlambatan ekonomi global dengan perlambatan kinerja ekspor hingga 0,5% pada triwulan I-2015. Untuk kembali menggenjot nilai ekspor pemerintah perlu meningkatkan diversifikasi negara tujuan  dan produk ekspor. Negara tujuan yang bisa disasar ialah negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Produk yang di ekspor pun harus terdiversifikasi menjadi produk dengan nilai tambah lebih besar. Produk yang mempunyai potensi ini antara lain otomotif dan ban (olahan dari industri karet). Kedua produk ini sangat potensial karena didukung industri domestik yang sudah lebih baik dan ketersediaan bahan baku.

Mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini bukanlah pekerjaan mudah karena pemerintah dihadapkan pada perlambatan ekonomi global dan juga tantangan ekonomi dalam negeri. Jika diibaratkan sebagai kapal, perekonomian indonesia layaknya kapal yang tengah terombang-ambing di lautan karena lajunya melambat diterjang ombak. Dalam situasi seperti ini nakhoda atau pemimpin kapal perlu berpikir dengan bijak dan komprehensif untuk mendapatkan cara agar kapal kembali melaju. Perlu kesigapan, kecepatan, dan ketetapan dari nakhoda agar kapal yang dipimpinnya tidak tenggelam disapu ganasnya ombak yang datang.

*Artikel ini pernah dimuat di harian KONTAN 1 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar