Dalam
penyampaian rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun 2019, salah satu poin penting yang disampaikan Presiden Jokowi ialah
investasi akan menjadi kunci untuk memompa pertumbuhan ekonomi tahun depan. Untuk
itu pemerintah akan menyiapkan beragam insentif investasi, salah satu bentuk insentif yang disinggu pada
pidato kemarin ialah insentif pajak.
Kebijakan
insentif pajak untuk investasi bukanlah barang baru bagi Indonesia, tercatat
Indonesia pertama kali mengeluarkan kebijakan ini pada tahun 1976 lewat UU no 1
tentang Penanaman Modal Asing. Setelah sempat vakum menyusul dicabutnya UU no
11 tahun 1970 dan juga kebijakan pada tahun 1996. Di era tahun 2000-an
kebijakan ini digaungkan kembali melalui UU no 25 tahun 2007. Kebijakan ini
terus mengalami perubahah sampai dengan Peraturan Menteri Keuangan no 35 tahun
2018 keluar.
Meski seringkali
mengalami perubahan, kebijakan insentif pajak hasilnya seringkali tidak sesuai dengan
harapan. Penelitian Naingolan (2004) menunjukkan pada tahun 1970 an kebijakan
tax holiday tidak mampu menarik investasi secara signifikan di Indonesia. Hal ini
justru berbanding terbalik ketika pada tahun 1984 program tax holiday dicabut,
kinerja investasi justru meningkat. Penelitian Naingolan diperkuat hasil
penelitian Dewi (2012) yang menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan
antara insentif tax holiday terhadap keputusan peningkatan investasi di
Indonesia.
Selain itu, alih-alih
meningkatkan kinerja investasi, insentif tax holiday justru berpotensi
menghilangkan penerimaan pajak yang dapat dipungut pemerintah. Sebagai contoh, laporan
yang dirilis oleh OECD dan IGF bertajuk The
Hidden Cost of Tax Incentives in Mining menyebutkan negara Sierra Leone
kehilangan US$ 240 juta dari insentif pajak yang diberikan kepada sektor
tambang. Kehilangan potensi penerimaan perpajakan seperti Sierra Leone tentu
akan sangat merugikan bagi Indonesia yang sedang berusaha meningkatkan rasio
pajaknya dalam lima tahun belakangan.
Disamping
insentif pajak belum tentu menarik untuk menarik investasi dan justru
berpotensi mengurangi penerimaan negara, kebijakan ini juga berpotensi memicu
terjadinya kompetisi pajak dengan negara tetangga. Kompetisi pajak sebenarnya
telah terasa antara Indonesia dan Vietnam 4 tahun lalu, ketika itu Vietnam dan
Indonesia bersaing untuk mendapatkan investasi berupa pembangunan pabrik dari
Samsung.
Indonesia kala
itu menawarkan insentif libur pajak hingga 10 tahun untuk Samsung namun harus
kalah bersaing dengan Vietnam yang berani memberikan libur pajak lebih lama
hingga 30 tahun. Kompetisi pajak juga diperkuat data bahwa sejak 2008 sampai
2017 Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam telah berlomba-lomba menurunkan
tarif pajak badannya ke level yang lebih rendah.
Jika hal ini
berlanjut, dikhawatirkan kompetisi pajak justru akan merugikan Indonesia dan
juga negara tetangga lainnya. Pemerintah Indonesia perlu belajar dari fenomena kompetisi pajak di
Uni Eropa (UE). Pada tahun 1998 negara Irlandia dijuluki Sick man of Europe karena menurunkan tarif pajak secara drastis
dari 36% ke 28%, yang kemudian diikuti negara-negara UE
lainnya sehingga secara gradual tarif
pajak di UE turun secara signifikan. Hal ini kemudian berdampak pada penurunan tarif
pajak beberapa negara UE seperti Swedia (6%), United Kingdom (4%) ataupun Spanyol (2%). Dalam jangka panjang kebijakan
ini juga akan mengerus penerimaan pajak suatu negara.
Tidak Hanya Insentif Pajak
Berdasarkan berbagai
temuan diatas, pemerintah bijaknya tidak hanya berfokus pada insentif pajak. insentif
pajak dapat bekerja jika pemerintah meningkatkan kualitas iklim investasi di
Indonesia. Oleh karenanya beberap hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah
antara lain;
Pertama, Meningkatkan
kualitas tata kelola pemerintahan. Bentuk peningkatan tata kelola pemerintahan
ialah dengan memperkuat kordinasi antar institusi di pemerintahan. Seringkali
sulitnya kordinasi antar institusi di pemerintahan berakibat pada mandeknya
pelaksanaan kebijakan yang sudah dikeluarkan. Salah satu contoh sulitnya kordinasi
ialah ketika paket kebijakan ekonomi ketiga terkait harga gas untuk industri
dikeluarkan. Kebijakan ini belum di implementasikan karena membutuhkan kordinasi
antara kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Perindustrian,
dua kementerian yang berada dibawah naungan Kementerian Kordinator yang berbeda.
Tidak hanya di level kementerian, kordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah juga acapkali mandek di tengah jalan. Permasalahan kordinasi
antar lembaga pemerintah tentu dapat menjadi preseden buruk bagi investor.
Kedua, Peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia yang terampil. Menurut studi dari Bank Dunia
(2015), semakin sulit untuk menemukan pekerja terampil dan profesional di
Indonesia. Hal ini disebabkan belum meratanya kualitas pendidikan kurangnya
lembaga pelatihan formal sehingga banyak pekerja kesulitan meningkatkan
keterampilannya.
Ketiga, Menjaga
stabilitas ekonomi. Salah satu pertimbangan penting investor untuk berinvestasi
di suatu negara adalah stabilitas ekonomi. Sayangnya perekonomian indonesia
saat ini sangat rentan terhadap guncangan baik dari luar maupun dari dalam
negeri. Ekspor yang masih didominasi oleh produk komoditas mentah ditambah biaya
bahan baku dan produksi yang relaitf tinggi merupakan beberapa masalah ekonomi
yang dapat mengakibatkan instabilitas pada perekonomian Indonesia.
Keempat,
Stabilitas politik. Terakhir yang tidak kalah penting ialah mejaga stabilitas
politik dan keamanan. Betul, saat ini kondisi politik dan keamanan relatif aman
tetapi setelah 2014 perkembangan politik terasa semakin intens dan
terpolarisasi ditambah masalah keamanan teroris yang dapat menjadi disinsentif
bagi investor untuk berinvetasi.
Kedepan pemerintah
akan semakin intensif dalam menggaet investasi. Hal yang patut menjadi catatan,
pemberian insentif seperti insenitf pajak untuk menggaet investasi hanya
menyentuh masalah hilir dari proses keseluruhan investasi. Sejatinya,
pemerintah perlu memperbaiki masalah pada bagian hulu dan tengah investasi,
seperti yang disebutkan diatas. Memperbaiki masalah ini dapat menarik masuknya
investasi tanpa harus mengorbankan penerimaan pajak di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar